Penyihir Dosa Mematikan v1c3
Akademi Sihir Sang Penyihir Dosa Mematikan
Mahou Gakuen no Taizai Majutsushi
https://kakuyomu.jp/works/1177354054918902919/episodes/1177354054918981281
Arc 1 Pendaftaran ke Akademi Sihir Kerajaan
Viscount Anderberg
Di sebuah kediaman terbesar di wilayah itu.
Keluarga Anderberg, termasuk Julis, Cecilia tinggal di sana.
Ruang makan terletak di lantai pertama kediaman. Ini adalah tempat di mana keluarga Anderberg biasanya makan.
Tanpa pelayan, Julis dan Cecilia dipanggil dari kamar mereka, jadi mereka pergi ke ruang makan.
Dan ketika mereka tiba di ruang makan, mereka membuka pintu.
“Maafkanlah aku, Marie! Kuberjanji takakan melakukannya lagi di masa mendatang!”
“……”
Di sana, seorang pria yang memiliki rambut abu-abu yang sama dengan Julisーーーーadalah ayah Julis yang bersujud dalam kemegahan yang tak tahu malu.
Kemudian seorang wanita berambut pirang yang diam-diam menatapnyaーーーーadalah ibu Julis.
“…… Apa itu biasa buat berlutut di ruang makan?”
“……Aku cukup yakin kalo itu nggak.”
Kenapa? Bukannya ruang makan adalah tempat untuk makan?
Terus kenapa ayahku sendiri bersujud ke ibuku?
Julis tidak bisa berhenti bertanya-tanya.
“Dengarkan aku! Ada alasan yang dalam tentang hal ini!”
“Bisa kau tak melakukan ini? Menjijikkan, sungguh.”
“Tapi Marie!”
“Cukup sudah dengan omong kosongmu yang berulang-ulang.”
Tidak tahu menahu apa yang si ayah minta maafi, tapi si ibu benar-benar tidak bisa didekati.
Para pelayan yang menunggu di ujung ruang makan juga menatapnya dengan sedikit kasihan.
Tidak ada sedikit pun kebangsawanan atau martabat pada ayah Julis.
“…… Kita bicarakan ini nanti. Sepertinya anak-anak ada di sini.”
“…… Apa?”
Memutar kepalanya perlahan.
Kemudian, dari sudut matanya, dia melihat Cecilia tersenyum padanya dan putranya sendiri menatapnya dengan kasihan.
“Akhirnya kau di sini……. Duduklah dengan cepat, anakku.”
“Tidak, ayah tak perlu bertindak begitu bermartabat sekarang.”
Julis menghela nafas saat melihat ayahnya, yang langsung duduk di kursi dan berpura-pura bahwa adegan yang sebelumnya itu tidak pernah terjadi.
“Maaf ya, Cecilia-chan, karena aku menunjukkanmu pemandangan yang memalukan.”
“Tidak, saya pikir itu adegan yang harmonis!”
(…… Bagian mana yang begitu harmonis dari itu?)
Julis meragukan kepekaan Cecilia.
“Jadi, apa urusan ayah memanggilku ini pagi-pagi begini, Ayahanda?”
Terpaksa melakukannya, Julis duduk di kursi di sisi lain tempat ayahnya, Marsha, duduk.
Setelah itu, Cecilia juga duduk di samping Julis. Ibu Julis, Marianne, duduk di depannya.
Kemudian, mungkin karena keluarga itu akhirnya duduk, semua pelayan yang telah menunggu mulai bergerak sekaligus dan meletakkan sarapan di atas meja dengan kain yang ditata.
“Mmm……, sebelum aku memulaiーーーー”
Sambil menyilangkan tangan dan memfokuskan pandangannya, Marsha bertanya pada Julis.
“……Nak, apakah kau memberi tahu Marie bahwa aku pergi ke sarkem?”
“……Tentu saja. Selagi putramu sendiri tak bisa, kau pergi ke sarkem dan enak-enak sendirian, itu bikin kesalーーーーterus, aku adu semuanya ke ibunda.”
Julis tanpa ragu menjawab.
“……”
“……”
Dan kemudianーーーー
“Dasar kau SIALAAAAAANNN! Kau masih anakku, KAAAANNNN?”
“Kau juga, enak-enaknya ya kau ena-ena sendiri, BAPAK BRENGSEK! Aku tak bisa pergi soalnya ada Cecilia!”
Ayah dan anak itu mencondongkan tubuh ke depan dari meja dan saling melotot.
Ngomong-ngomong, usia dewasa di Kerajaan Lapis lazuli, termasuk wilayah Anderberg, adalah 15 tahun.
Secara alami, begitu seseorang menjadi dewasa, seseorang dapat minum alkohol dan mengunjungi toko-toko semacam itu.
Dan begitu Julis dewasa, Marsha membawanya (*tanpa sepengetahuan Marianne) ke rumah pelacuran.
Saat itu, Julis terpikat, dan sejak itu, dia dan ayahnya pergi ke rumah bordil berkali-kali seolah-olah mereka adalah pelanggan tetap.
Tetapi!
Itu sebelum kedatangan Cecilia!
Gadis yang murni dan polos.
Setelah Cecilia datang, yang bahkan tidak tahu “warna” nafsu, Julis tidak bisa pergi ke sana.
Ini karena Cecilia selalu menempel pada Julis dan tidak pernah meninggalkannya.
Namun, Marsha tetap pergi ke rumah pelacuran.
Terlepas dari kenyataan bahwa putranya sendiri menangis putus asa di malam hari, dia meninggalkannya.
Itu sebabnya Julis tidak bisa memaafkan ayahnya dan mengadukan pada ibunya, Marianne.
Ini adalah kecemburuan! Kebetulan, itu adalah alasan mengapa Marsha bersujud.
“Kau balas dendam ke ayahmu, haah!!! KAU IDIOT YANG BAHKAN TAK BISA MENGGUNAKAN SIHIIIRRRRR!!!”
“Apa maksudnya sama “balas dendam”? Ayah di sini sama ibu juga! Lagian tak masalah aku tak bisa pakai sihir, aku bisa pake teknik sihir, KAU BAPAK BRENGSEK!”
“Bagus, kata-kata bagus, nak! Pergi ke tempat terbukaーーーーAku bakal disiplinin kau lagi di sana!”
“Apa ayah pikir punya kualifikasi buat disiplinin aku sekarang ini haa, Bapak keparat? Kalo ayah masih mikir begitu, ayah kelewat sombong, DASAR BAJINGAN BRENGSEK!!!”
Pertengkaran di antara keduanya memanas.
Marsha mengulurkan tangannya ke pedang di pinggulnya, sementara Julis berdiri dengan tangan di pinggul dengan sikap tidak sopan.
Situasi yang genting.
Terhadap adegan seperti itu, Cecilia dan para pelayanーーーーmereka semua tidak terlihat tegang sama sekali.
Cecilia dengan perlahan mengunyah rotinya, dan para pelayan mengeluarkan keluhan “Haah, begini lagi……”.
Tidak seperti Julis dan Marsha, yang saling menatap, itu hangat.
Karenaーーーー
“Hei, kalian berdua, bisakah kalian segera menghentikannya……”
“”M, MukakuUUUUUUUU!?””
Saat Marianne menghela nafas panjang dan mengangkat tangan kanannya ke arah keduanya, wajah Julis dan Marsha terbakar.
Julis dan Marsha sama-sama terkapar di lantai karena wajah mereka yang terbakar. Lagi pula, bak ayah bak anak.
“W, Wahai Air!”
Dengan rapalan singkat, Marsha menyiramkan air ke wajahnya.
“Acedia” (TLN: “Sloth” dengan furigana “Acedia”)
Julis langsung memadamkan api.
Kemudian mereka berdua berdiri, terengah-engah.
“……Ngga bisakah lebih damai sama pendekatan arbitrasinya, ibu tersayang?”
“Ya…… kami akan kehilangan wajah kalo terus seperti ini……”
“Ya ampun? Kalau begitu jangan mulai berkelahi di meja makan.”
Bahkan jika dia adalah seorang bangsawan, orang yang paling dia takuti mungkin adalah sosok ibu itu daripada para bangsawan di sekitarnya.
Mereka berdua berpikir begitu dalam.
“Fufu, mereka adalah keluarga dekat, bukan?”
Cecilia, di sisi lain, tersenyum melihat pemandangan itu.
[Akhir Bab]